MEMAKAI kaos warna hitam, Irwandi Yusuf, berbicara banyak hal tentang Aceh dengan wartawan portalsatu.com di Kupi Pancong, Kalibata City, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Oktober 2015.
Irwandi yang adalah Gubernur Aceh periode lalu juga menyatakan komitmennya untuk mencalonkan diri kembali di Pilkada 2017.
Berikut kutipan wawancara wartawan portalsatu.com dengan Irwandi Yusuf:
Bagaimana persiapan Anda untuk Pilkada 2017?
Persiapan biasa saja, sama seperti tidak ada persiapan.
Maju melalui calon independen atau partai politik?
Belum tahu, karena partai-partai pun masih sibuk dengan Pemilu 2015. Jadi belum bisa diminta tanggapan.
Apa ada kemungkinan maju dengan partai politik?
Semua ada kemungkinan.
Baik, bagaimana Anda melihat pemerintahan saat ini?
Saya bukan dalam kapasitas menilai orang.
Saran Anda untuk pemerintah saat ini?
Bagian dari janji Zikir (Zaini-Muzakir) yang 21 itu, yang terakhir adalah mengajak para kontestan untuk duduk bersama memikirkan pembangunan Aceh, tetapi Zikir tidak tanya, tidak ada jawaban.
Terkait Din Minimi, bagaimana tanggapan Anda?
Itu bukan kapasitas saya menjawabnya. Saya tidak berharap apapun, yang penting Aceh ini aman, damai. Itu yang penting!
Harapan Anda untuk Pemerintah Aceh?
Saya mungkin tidak boleh berharap. Harapannya tentu all the best. Mengharap yang terbaik lah.
Mengenai lambannya proses tender, bagaimana pendapat Anda?
Dinas dulu kan ada Kabid-Kabid atau subnya, masing-masing mengajukan proyek sesuai dengan bidangnya. Umumnya dalam mengajukan proyek ke DPR itu semangat. Padahal proyeknya itu tidak dilengkapi dengan data-data yang dibutuhkan untuk ditender. Waktu ditender itu harus jelas apa yang harus dilakukan, itu DED (detail engineering design). Umumnya yang tertahan saya lihat faktor pendukung, sehingga lelangnya terlambat, baru bikin DED. Harusnya perangkat peninggalan saya bisa digunakan maksimal. Pak Taqwallah, ada lembaganya. Sampai bulan ini sudah memasuki bulan 10 masih banyak proyek yang belum ditender, saran saya itu tidak usah ditender lagi. Udah batalkan saja untuk tahun depan, sebab kalau ditender, tender itu butuh waktu sampai dua bulan, udah habis tahun.
Apa ada kaitanya dengan DPRA terkait lambatnya realisasi anggaran?
Pengesahan anggaran tidak terlambat.
Idealnya bulan berapa?
Idealnya akhir Desember untuk tahun depan.
Realisasi anggaran seharusnya?
Pas Februari sudah bisa jalan. Duit ada di awal tahun, tergantung pengesahan APBA, kalau APBA disahkan segera ada uang?
Apakah ada kaitannya dengan pemerintah pusat terkait ini?
Tidak ada peraturan negara seperti itu.
Kalau soal Qanun BRA apa tanggapan Anda?
Apakah reintegrasi itu proses selamanya, proses seumur hidup? Kan tidak. Atau proses jangka panjang. Kalau dikatakan reintegrasi belum berjalan penuh, apa tanda-tanda kalau reintegrasi sudah berjalan penuh, apa targetnya? Apa ukurannya, itu harus jelas.
Mengenai dana desa, apa pendapat Anda?
Ini maaf, terpaksa ini saya ngomong juga. Yang jelas yang sudah ada kejadian dana desa dikatakan dana Timses, dana dari tim ke rayat. Nah, itu salah bin salah. Dana desa kan dana dari pemerintah pusat. Yang diklaim itu dana kontestan.
Bagaimana seharusnya penggunaan dana desa?
Dana itu digunakan untuk banyak hal, tapi yang jelas perangkat desa sudah memiliki dukumen PG (peumakmu gampong) dan sekarang ada dokumen untuk dana desa itu. Tentu saja tidak boleh tumpang tindih, kalau untuk saling memperkuat boleh. Misalnya tidak cukup dana di BKPG (Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong), disuntik dengan dana desa ini bisa dan tidak hanya untuk infrastruktur. Infrastruktur desa saya kira sudah selesai dengan dana BKPG, udah beberapa tahun. Tinggal sekarang pemberdayaan ekonomi. Bentuknya pemberdayaan bagaimana, itu harus sudah dipikirkan. Jangan sampai hilang uang itu.
Mengenai produk lokal, bagaimana pendapat Anda?
Simpelnya, masyarakat juga tidak mau banyak memikir. Berpikir sebagai pengusaha tidak ada pada masyarakat, yang ada sama pengusaha. Yang paling simple, solusi yang sangat dibutuhkan adalah bahan pangan. Itu saja. Bagaimana mungkin peningkatan produksi beras, peningkatan produksi beras, bagaimana mungkin peningkatan produk kelautan, produk kelautan.
Berarti kita tidak bicara ekspor?
Kalau ngomong swasenda, tentu sudah ngomong ekspor. Lebihnya kemana, ekpor itu ada dua, ekspor dalam negeri dan ekspor luar negeri. Ekspor dalam negeri ke provinsi lain.
Fokusnya tetap produksi bahan pangan?
Produksi bahan pangana lebih simple dan bisa dikejar dalam lima tahun kepemimpinan. Misalnya, kita mau buat sentral produksi macam-macam. Misalnya disana produksi manggis, disini rambutan. Itu bisa saja, tapi kalau sudah banyak terbentuk dengan pasar. Nah, harus dipikirkan penampungan, penampungan bisa jadi pedagang penampung, bisa jadi industry pengolah. Tanpa didukung oleh itu agak susah, tapi itu mudah apabila bisa dikonsep. Yang susah menjalankan konsep ini, karena pemerintahan berganti-ganti, karena mood anggota DPRA yang mengesahkan anggaran berubah-ubah. Udah produksi, lalu kita usulkan biaya untuk insentif pembangunan pabrik pengolahan katakanlah, terbentuk dengan pembiayaan, bisa tidak ada biaya, dan yang sering pengesahan tidak disetujui dan tidak ada kesempatan.
Mengenai peran Pemerintah Aceh untuk pengusaha agar keuntungan dari infrastruktur bisa diputar kembali dalam bentuk industry kecil dan menengah, apa pendapat Anda?
Sangat sulit mengukur return dari proses infrastruktur ini. Dimana labanya sulit diukur secara matematik biasa, tetapi memang kewajiban pemerintah menyiapkan infrastruktur dasar, seperti irigasi, jalan, listrik, air dan segala macam. Itu memang kewajiban. Mau rugi pun harus dibikin itu, infrastruktur dasar di Aceh belum semuanya merata. Apalagi dalam bidang pertanian, banyak irigasi yang perlu dibangun baru, udah banyak yang dibangun tapi belum jadi. Kemudian pencetakan sawah baru atau lahan pertanian yang baru. Itu harus ditambah, sebab penduduk Aceh bertambah. Dalam menambah lahan baru itu gampang, dimana yang belum dibuka, ya dibuka. Tapi tidak gampang ketika konsen kita menyangkut pembangunan yang berkelanjutan, tidak bisa hutan itu ditebang, walaupun sekarang banyak yang ditebang. Namun saya sudah menjalankan kewajiban saya menyelamatkan alam dengan moratorium, persoalan masih dikawal atau tidak, itu bukan urusan saya lagi, cuma saya sedih saja. Banjir sekarang bertambah banjir, kering bertambah kering.
Mengenai instabilitas ekonomi nasional, khusus di Aceh sepertinya pemerintah takut dengan pengusaha, apa pendapat Anda?
Tidak ada pemerintah takut, apalagi saya. Cuma masalahnya belum banyak pengusaha Aceh yang bergerak di bidang investasi selain kontraktor pemerintah. Menginvestasi dalam perkebunan, kopi menjadi trend market untuk Aceh, kenapa tidak ikut terlibat pengusaha yang besar, walaupun ada pengusaha kecil yang terlibat. Yang mana kopi Aceh yang dijual nampak Acehnya, nampak ekspornya. Saya pernah bicara dengan starbuck. Starbuck pembeli kopi Aceh terbesar, kopi Aceh harap diambil di Aceh! Kalau tidak, tidak dijual. (Dijawab), ‘tidak bisa pak, yang kita kirim dalam kapal kan bukan kopi saja, komposisi campuran, kopi paling satu kargo saja isinya’. Akhirnya saya tidak bisa memaksakan kehendak kopi harus diambil di Aceh. Kopi diambil di Aceh, tapi oleh pedagang Medan. Bagaimana kalau kita ganti pedagangnya, pedagangnya orang Aceh juga, itu terserah pada kawan-kawan pedagang Aceh mahu tidak bergerak ke arah itu.
Kenapa tidak dipanggil orang Aceh?
Sudah pernah saya panggil.
Kenapa orang Aceh tidak mau pulang ke Aceh?
Bukan masalah masalah ekonomi tidak lancar, tapi masalah keamanan. Dari masa saya sampai sekarang belum tuntas, di masa saya lumayan bisa saya kontrol. Sekarang kalau keamanan seperti ini terus, sampai kapan pun tidak terwujud. Aceh ini daerah konflik dulu. Medan daerah yang tidak konflik. Dan kemudian damai Aceh. Riilnya orang yang membawa uang ke Aceh yang dipikirkan pertama adalah aman.
Di Medan kasus pembobolan ATM bisa diselesaikan cepat. Di Aceh, kasus Din Minimi saja tidak selesai. Bagaimana pendapat Anda?
Saya tidak punya ilmu untuk menjawab itu, karena masa saya tidak terjadi. Saya tidak bisa komentar, karena itu tidak menyangkut saya. Saya tidak bisa komen “dapur” orang.
Baik, kembali soal Pilkada, apabila terpilih kembali menjadi Gubernur Aceh, bagaimana model Aceh yang Anda inginkan?
Kalau saya, nanti saya umumkan. Rencana sudah ada, tapi tidak boleh diketahui oleh orang lain.
Mengenai koordinasi keamanan di Aceh dengan pemerintah pusat bagaimana?
Sekarang saya tidak tahu.
Pada masa Anda?
Jelas! Umumnya inisiatif saya sendiri. Kalau ada gerakan-gerakan saya dekati. Anda kan melihat banyak sekali senjata yang saya ambil dengan damai di tangan milisi, mantan GAM dan bagaimana saya bikin ALA ABAS itu redam.
Menurut Anda, untuk pembangunan Aceh apa yang harus diutamakan?
Kalau bisa paralel, tidak bisa bicara sulit sekarang. Dasar-dasar untuk bangun ke depan sudah ada saya tinggalkan. Sudah saya bikin, tapi saya tidak bilang mereka tidak melanjutkan, tapi saya bilang saya sudah buat.[]